Kaitannya antara tegnologi dan
globalisasi
Keterkaitan anatara globalisasi dan
tegnologi ini dapat diartikan seperti simbiosis mutualisme. karena tidak lah
mungkin sutu globalisasi itu dapat menjarah keseluruh pelosok negri tanpa
adanya suatu tegnologi. begitu juga sebalikny tidak lah mungkin suatu tegnologi
iu dapat berkembang pesat dan canggih tanpa ada bantuan informasi dari
globalisasi. misalnya saja dengan era globalisasi saat ini kita dapat
membandingkannya dengan jaman purba dahulu kala ini sangatlah berbeda sekali.
tegnologi pada era globalisasi seperti ini sudahlah sangat sangat canggih.
misalnya :
1. Televisi
Perkembangan televisi dari jama
ejaman sangat lah kontras dan begitu cepat, dari tv hitam-putih sampai tv
berwarna. dari tv berlayar cembung sampai tv berlayar datar. dari tv yg begitu
kecil sampai tv yang begitu besar ada. bahkan sekarang tv berkembang manjadi
LCD yaitu tv-tv flat yang datar dan sangat tipis. dan televisi sekarang tidah
hanya 2D bahkan kita dapat melihat objek di televii dengan sangat nyata yaitu
3D.
2. Telephone
Begitu juga perkembangan telephone.
dahulu kita masih sering menelephone di wartel. lamakelamaan setiap rumah
memiliki telephon masing-masing. telephone ini terus mengalami perkembangan
jaman globalisasi. sehingga kita yang semakin sibuk denga mobilitas yang sangat
tinggi maka terbitlah inovasi baru yang sangat familiar yaitu handphone. bahkan
HP tidak hanya untuk telephone melainkan juga bisa kita gunakan untuk
internetan dan bahkan HP juga bisa dijadikan kamera. dengan perkembangan
globalisasi maka fitur- fitur di HP sangat lah berkembang. bermacam-macam fitur
itu adalah game, musik, video, tv, radio, gambar, perekam suara, dll.
Sejujurnya dengan perkembangan
teknologi dizaman globalisasi memiliki berbagai dampak yaitu dampa postif dan
dampak negativ. seyogyanya dampak positif dan dampak negativ itu semua dapat
terjadi dikarenakan pihak-pihak tersebut dalam mengoprasikan teknologi-teglogi
tersebut
Globalisasi adalah keterkaitan dan
ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui
perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksiyang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi
semakin sempit.
Globalisasi adalah suatu proses di
mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi,
bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara
Dalam banyak hal, globalisasi
mempunyai banyak karakteristik yang sama denganinternasionalisasi sehingga kedua istilah ini
sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi
yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.
Berikut ini beberapa ciri yang
menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia.
Dampak positif :
Begitu banyak dampak pisitif yang
dapat kita rasakan dari perkembangan teknologi dan globalisasi. dengan
perkembangan teknologi yang semakin canggih ini kita merasakan betapa mudahnya
kita memperroleh info-info perkembangan dunia. dan kita dapat menikmati betapa
nikmatnya kecanggihan-kecagihan alat elektronik yang dapat memanjakan
kita.
kita dapat berbagi inormasi dengan
hanya tidur dikamar dangan laptop atau handphone yang memiliki jaringan
internet tanpa harus bersusah payah.
Dampak negative :
Begitu pula banyak dampak negativ
yang sejujurnya datang dari salah menggunakan atau jatuh ditangan penggua yang
salah.
dengan ada nya ternologi yang
canggih dan internet seharunya kita dapat berbagi inro pasitif justru digunakan
sebagai penyebaran situs-situs video porno atau hal-hal yang berbau sara.
misalnya penybaran ideo porna sangat lah lebih mudah dan gampang. apa bila sipengguna
tersebut tidak lah cakap dalam menerima info tersebut makalah dapat terjermus.
dalam impementasi nya maraknya pemerkosaan dimana-mana.
tidak hanya dalam al terseut masukya
budaya barat smakdownn yang banyak menginspirasin anak-anak kecil yang seharusnya
dapat dijadikan sda yang berkalitas untuk perkembangan jaman justru ber
smakdown dan bahkan ada yang smapai meninggal dunia. dan masih banyak lagi.
II. PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP
TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
Perkembangan teknologi informasi
memang sudah dirasakan sebagian besar lapisan masyarakat di planet bumi ini.
Komputer, faksimile, telepon genggam, siaran televisi yang global serta satelit
telah mempercepat aliran informasi menembus batas-batas negara tanpa bisa
dihentikan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang cukup
pesat sekarang ini sudah menjadi realita sehari-hari bahkan merupakan tuntutan
masyarakat yang tidak dapat ditawar lagi. Tujuan utama perkembangan iptek
adalah perubahan kehidupan masa depan manusia yang lebih baik, mudah, murah,
cepat dan aman. Perkembangan iptek, terutama teknologi informasi (information
technology) seperti internet sangat menunjang setiap orang mencapai tujuan
hidupnya dalam waktu singkat, baik legal maupun illegal dengan menghalalkan
segala cara karena ingin memperoleh keuntungan. Dampak buruk dari perkembangan
“dunia maya” ini tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan masyarakat modern saat
ini dan masa depan. Kemajuan teknologi informasi yang serba digital membawa
orang ke dunia bisnis yang revolusioner karena dirasakan lebih mudah, murah,
praktis dan dinamis berkomunikasi dan memperoleh informasi. Di sisi lain,
berkembangnya teknologi informasi menimbulkan pula sisi rawan yang gelap sampai
tahap mencemaskan dengan kekhawatiran pada perkembangan tindak pidana di bidang
teknologi informasi yang berhubungan dengan “cybercrime” atau kejahatan
mayantara. Masalah kejahatan mayantara dewasa ini sepatutnya mendapat perhatian
semua pihak secara seksama pada perkembangan teknologi informasi masa depan,
karena kejahatan ini termasuk salah satu extra ordinary crime (kejahatan luar
biasa) bahkan dirasakan pula sebagai serious crime (kejahatan serius) dan
transnational crime (kejahatan antar negara) yang selalu mengancam kehidupan
warga masyarakat, bangsa dan negara berdaulat. Tindak pidana atau kejahatan ini
adalah sisi paling buruk di dalam kehidupan moderen dari masyarakat informasi
akibat kemajuan pesat teknologi dengan meningkatnya peristiwa kejahatan
komputer, pornografi, terorisme digital, “perang” informasi sampah, bias
informasi, hacker, cracker dan sebagainya.
Itulah dampak dari globalisasi yang
tak terbendung lagi. Kita tidak akan bisa mengelak dari adanya globalisasi yang
sudah melampaui lintas batas negara. Dalam hubungan Internasional, Globalisasi
yang menjalar sedemikian cepatnya ke negara-negara lain juga akan menguatkan
hubungan diplomatik antar negara.Tetapi lebih dari itu semua, globalisasi juga
membawa dampak yang tidak baik seperti yang saya sebutkan di atas. Dampak itu
terutama dalam bidang Teknologi informasi dan komunikasi, sehingga kita sebagai
mahasiswa harus pandai-pandai untuk memfilter adanya globalisasi. Yang baik
kita terapkan dan yang jelek kita tinggalkan. Dalam kemajuan internet
contohnya, kita dapat menggunkannya untuk memperdalam informasi dan membuka
cakrawala dunia. Jangan menggunakan akses internet untuk hal-hal yang tidak
sewajarnya.
Berbeda jauh dengan integrasi
teknologi komunikasi dan informasi di kota-kota besar. Adanya pelatihan-pelatihan
dan rasa keingintahuan guru untuk menguasai komputer membantu mereka untuk
mengintegrasikan TIK dalam proses pembelajaran. Sehingga proses pembelajaran
yang ada tidak lagi monoton, seperti penggunaan Power Point dalam pelajaran
sejarah; adanya CD pembelajaran dalam pembelajaran Matematika, Biologi, Bahasa
Inggris, dsb; adanya penggunaan audio dalam proses pembelajaran Listening pada
pelajaran Bahasa Inggris dengan disediakannya Lab Bahasa pada beberapa sekolah;
penggunaan Website (baik yang berbayar maupun tidak, misalnya Blog, dsb) pada
beberapa sekolah yang mengerti manfaat website tersebut bagi siswa dan sekolah;
juga dengan adanya pendidikan jarak jauh tentunya dengan didirikannya
Universitas Terbuka dan SMP Terbuka. E-Learning saat ini menjadi satu kebutuhan
penting dalam proses pembelajaran agar mampu meratakan pendidikan di Indonesia.
Tinggal bagaimana pemerintah mengalokasikan dana pendidikan secara tepat dan
merata agar terpenuhinya pemerataan pendidikan dan mengurangi kesenjangan
pendidikan yang ada di kota besar dan daerah terpencil.
III. GLOBALISASI PENDIDIKAN
DAN KETIDAK SIAPAN SEKOLAH
Globalisasi bukan gejala alami
tetapi terjadi karena tindakan manusia. Artinya, Ia merupakan hasil perkawinan
antara kinerja kekuatan teknologi pada satu sisi dan kekuatan ekonomi pada sisi
lain dalam setting hubungan internasional yang begitu menggema selama 25-30
tahun belakangan ini. Seperti banyak gejala lain, globalisasi ditandai oleh
ambivalensi – yaitu tampak sebagai “berkah” di satu sisi tetapi sekaligus
menjadi “kutukan” di sisi lain. Tampak sebagai “kegembiraan” pada satu pihak
tetapi sekaligus menjadi “kepedihan” di pihak lainnya. Ciri ambivalensi seperti
ini dalam globalisasi adalah persoalan sentral yang maha penting. Di situ
terletak locus problematicus yang menyimpan tantangan besar bagi pendidikan
sekolah. Beberapa contoh watak ambivalensi globalisasi dalam pendidikan sekolah
adalah;
1). Globalisasi menghadirkan pesona
“kecepatan” yang akan berlawanan dengan masalah “kedangkalan pemahaman pengetahuan
pada anak didik”;
2).Globalisasi “menguntungkan bagi yang
berpikir dan bertindak cepat” dan “celaka bagi orang yang berpikir dan
bertindak lambat;
3). Globalisasi akan “memudahkan membuat
hubungan dan mengatasi jarak wilayah (lokalitas) ” tetapi “adanya ketidakpekaan
pada akar dan ciri-ciri budaya lokal”; dan
4). Globalisasi akan “memunculkan
potensi menyelesaikan masalah secara cepat pada skala global” tetapi “menjadi
beban keluasan lingkup pada skala penyebab masalah”.
Dilema-dilema seperti itu akan tetap
menjadi ciri globalisasi kapan pun. Tugas para guru yang bergerak di lembaga
pendidikan sekolah bukan meniadakan dilema, melainkan menyiapkan diri dan anak
didik untuk hidup dalam tegangan-tegangan itu.
Secara popular, globalisasi berarti
menyebarnya segala sesuatu secara sangat cepat ke seluruh dunia. Globalisasi
juga berarti bahwa kerusuhan yang terjadi di suatu tempat tidak dapat
disembunyikan karena secara serta-merta diketahui oleh seluruh dunia.
Globalisasi juga berarti bahwa “rap musik” yang mula-mula hanya disukai oleh
anak-anak muda berkulit hitam di bagian kumuh dari kota-kota besar di Amerika
Serikat, dengan sangat cepat menjadi kesukaan anak-anak muda di Jakarta dan di
kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Dengan kata lain, globalisasi dipahami
sebagai melokalnya hal-hal yang datang dari luar. Pandangan bahwa makan di
McDonald atau di Kentucky Fried Chicken (KFC) lebih enak dan bergengsi dari
pada makan di restoran padang atau di Warteg merupakan bukti dari proses
lokalisasi dari kebiasaan yang datang dari Amerika Serikat ini. Sekarang sudah
kelihatan pula kecenderungan untuk nonton bioskop sambil makan popcorn dan
minum Coca-Cola. Ini juga suatu contoh dari proses lokalisasi terhadap
kebiasaan-kebiasaan yang datang dari budaya luar tadi.
Dalam mengahadapi kenyataan seperti ini,
kita menghadapi dua pilihan antara “membiarkan diri terseret oleh proses
globalisasi” atau “kita memanfaatkan proses globalisasi untuk meningkatkan
kompetensi dan profesionalitas pribadi”. Saya kira, kita semua memilih yang
terakhir ini. Jika demikian halnya maka kita harus memasuki the world systems
dengan sadar dan iklas. Di samping itu, kita harus pula mendefinisikan dengan
jelas, jenis modernitas seperti apa yang akan kita pergunakan sebagai rancangan
dasar untuk menjalani modernisasi proses pendidikan. Saya kira, kedua hal ini
belum kita pikirkan secara baik di komunitas pendidikan di tanah air hingga
saat ini.
Dalam membedah mutu pendidikan di tanah
air hingga hari ini, terlihat ada tiga faktor penyebab terjadinya degradasi
mutu pendidikan kita selama ini, antara lain;
Pertama, strategi pembangunan pendidikan
kita selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih
bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi,
seperti penyediaan buku-buku (materi belajar) dan kurikulum, penyediaan sarana
pendidikan, serta pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara
otomatis lembaga pendidikan di sekolah manapun di Indonesia ini, akan dapat
menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagaimana yang diharapkan.
Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan melalui teori Education
Production Function sebagaimana diperkenalkan Hanushek tidak berfungsi efektif
di lembaga pendidikan sekolah di daerah manapun di Indonesia. Strategi itu
ternyata hanya cocok dipraktikkan pada sektor ekonomi dan industri semata.
Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini
lebih bersifat macro oriented, yaitu diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat
pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro tidak
berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Bahkan, tidak jarang
apa yang diproyeksikan di tingkat pusat cenderung menyimpang dari realitas
sesungguhnya di sekolah-sekolah. Dengan kata lain, kompleksitas cakupan permasalahan
pendidikan di banyak sekolah seperti; kondisi lingkungan sekolah, bervariasinya
kebutuhan siswa dalam belajar, bervariasinya kemampuan guru, serta berbedanya
aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, seringkali tidak terpikirkan secara
utuh dan akurat oleh birokrasi yang melahirkan kebijakan di tingkat makro
(pusat).
Ketiga, pada tingkat sekolah sendiri
persoalan yang kerap terjadi adalah lemahnya kemampuan kepala sekolah dalam
membaca arus global. Tidak dapat dipungkiri, masih banyak sekali kepala sekolah
di negeri ini yang tidak menguasai pengetahuan standar sebagai kepala sekolah
seperti; kemampuan manajerial, penguasaan teknik kepemimpinan, menguasai
teknologi informasi (komputer, internet), dan sebagainya. Kondisi ini masih
terus terjadi lantaran di banyak sekolah, jabatan kepala sekolah tidak jarang
dipilih melalui “sistem tunjuk” yang hanya didasarkan pada analisa faktor
loyalitas, senioritas, ketokohan, dan kedekatan hubungan, dan mengesampingkan
analisa kompetensi pribadi dan kemauan bersaing. Hasil yang kita saksikan
adalah kerja kesehariana kepala sekolah cenderung konvensional – yaitu
mengedepankan budaya kerja Asal Bapak Senang (ABS), menurut petunjuk, dan
sebagainya. Kondisi yang sama kemudian ditiru para guru dari hari ke hari yang
kemudian menghasilkan budaya kerja yang jauh panggang dari kompetensi dan
professional. Akibat yang kita saksikan dari budaya kerja demikian adalah mutu
pendidikan kita secara nasionala terus melorot dari waktu ke waktu dan anak
didik kita tidak mampu bersaing secara terbuka di era yang serba kompetitif
saat ini.
Tiga hal di atas memberikan pemahaman
kepada kita bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan
faktor input pendidikan semata yang harus digarap di tingkat pusat tetapi juga
harus terus memperhatikan faktor proses pendidikan itu sendiri di
sekolah-sekolah. Input, merupakan hal mutlak harus ada dalam batas-batas
tertentu tetapi tidak menjadi jaminan secara otomatis dapat meningkatkan mutu
pendidikan.
Mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal
terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan
pendidikan beragam dan kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya,
maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan
peningkatan kualitas/mutu pendidikan. Hal ini hanya dapat dilaksanakan jika
kepala sekolah di tingkat unit terkecil, memiliki sejumlah kompetensi dasar
untuk bisa mengelola sekolah secara baik.
Dari definisi globalisasi dan sejumlah
persoalan yang menghiasi komunitas pendidikan seperti diuraikan di atas,
pertanyaan yang muncul kemudian adalah konsep pendidikan seperti apa yang harus
kita kembangkan agar siswa lulusan sekolah kita bisa memasuki the world
systems? Masih ada hubungannya dengan pertanyaan ini, bisakah tatanan hidup
masyarakat kita diubah oleh sekolah sebagai institusi pembentuk nalar dan budi
manusia Indonesia? Pertanyaan bernuansa pesimis inilah yang santer dikemukakan
segelintir orang saat ini di tengah tidak siapnya banyak aktor pada komunitas
sekolah menyeberangi arus globalisasi yang sarat tantangan dan mengandalkan
kompetensi dan profesionalitas personal. Lanjutan dari pertanyaan di atas
adalah, apakah perubahan kurikulum, sertifikasi tenaga guru, pengesahan
undang-undang Guru dan Dosen dan perubahan-perubahan lainnya bisa mengatasi
akar masalah pendidikan? Jawabannya tentu saja tidak. Sebab semua perubahan
yang ada bersifat semu, sesaat, sentralistis, penuh muatan politis, dan sarat
korupsi dan kepentingan.
IV.
PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP ASPEK YANG ADA DI MASYARAKAT
Globalisasi memengaruhi hampir semua
aspek yang ada di masyarakat,
termasuk diantaranya aspek budaya.
Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai(values)
yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga
masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan
dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam
pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari,
bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam
pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan
penemuan seseorang adalah kesenian,
yang merupakan subsistem dari kebudayaan.
Globalisasi sebagai sebuah gejala
tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga
menjadi budaya dunia atau world
culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya
dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini (
Lucian W. Pye, 1966 ).
Namun, perkembangan globalisasi
kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak
melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antar
bangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antar bangsa lebih mudah
dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi
kebudayaan.
Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan[sunting | sunting sumber]
·
Berkembangnya
pertukaran kebudayaan internasional.
·
Penyebaran
prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu
individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
·
Persaingan
bebas dalam bidang ekonomi
·
Meningkakan
interaksi budaya antar negara melalui perkembangan media massa
V. GLOBALISASI BIDANG EKONOMI SEKTOR
PERDAGANGAN
Dampak positif globalisasi bidang
ekonomi sektor perdagangan :
·
Liberalisasi
perdagangan barang, jasa layanan, dan komodit lain memberi peluang kepada
Indonesia untuk ikut bersaing merebut pasar perdagangan luar negeri, terutama
hasil pertanian, hasil laut, tekstil, dan bahan tambang.
·
Di bidang
jasa kita mempunyai peluang menarik wisatawan mancanegara untuk menikmati
keindahan alam dan budaya tradisional yang beraneka ragam.
·
Lebih mudah
mendistribusikan hasil industri ke mancanegara dengan kemajuan alat teknologi
informasi dan transportasi
Dampak negatif globalisasi bidang
ekonomi sektor perdagangan :
·
Arus masuk
perdagangan luar negeri menyebakan defisit perdagangan nasional.
·
Maraknya
penyelundupan barang ke Indonesia.
·
Masuknya
wisatawan ke Indonesia melunturkan nilai luhur bangsa.
·
Indonesia
kerap dijadikan tempat perdagangan "gelap" karena mudahnya akses
komunikasi dan transportasi
·
Meningkatkan
sifat konsumtif masyarakat.
VI. GLOBALISASI BIDANG EKONOMI
SEKTOR PRODUKSI
Dampak positif globalisasi bidang
ekonomi sektor produksi :
·
Adanya
kecenderungan perusahaan asing memindahkan operasi produksi perusahaannya ke
negara-negara berkembang dengan pertimbangan keuntungan geografis (melimpahnya
bahan baku, areal yang luas, dan tenaga kerja yang masih murah) meskipun masih
sangat terbatas dan rentan terhadap perubahan-perubahan kondisi sosial-politik
dalam negeri ataupun perubahan-perubahan global, Indonesia memiliki peluang
untuk dipilih menjadi tempat baru bagi perusahaan tersebut.
·
Mudah
mendapatkan bahan baku dari luar negri
·
Mudah
mendapatkan bantuan operasional seperti mesin - mesin berat dari luar negri
karna sudah berkembangnya tekhnologi informasi, transformasi dan telekomunikasi
·
Menumbuhkan
kreatifitas pengusaha untuk lebih mengembangkan industri mereka.
Dampak negatif globalisasi bidang ekonomi sektor
produksi :
·
Perusahaan
dalam negeri lebih tertarik bermitra dengan perusahaan dari luar. Akibatnya
kondisi industridalam negeri sulit berkembang.
·
Terjadi
kerusakan lingkungan dan polusi limbah industri.
·
Suatu
perusahaan asing memindahkan usahanya keluar negeri mengakibatkan PHK tenaga
kerja dalam negeri.
·
Kesulitan
pengusaha kecil untuk bersaing di kanca internasional
·
Meningkatkan
sifat konsumtif masyarakat.
VII. DAMPAK
GLOBALISASI MEDIA TERHADAP BUDAYA DAN PRILAKU MASYARAKAT INDONESIA
Bertolak
dari besarnya peran media massa dalam mempengaruhi pemikiran khayalaknya,
tentulah perkembangan media massa di Indonesia pada masa yang akan datang harus
dipikirkan lagi. Apalagi menghadapi globalisasi media massa yang tak terelakan
lagi.
Globalisasi
media massa merupakan proses yang secara nature terjadi, sebagaimana jatuhnya
sinar matahari, sebagaimana jatuhnya hujan atau meteor. Pendekatan profesional
menjadi kata kunci, masalah dasarnya mudah diterka. Pada titik - titik tertentu, terjadi benturan antar budaya dari luar negeri
yang tak dikenal oleh bangsa Indonesia. Jadi kehawatiran besar terasakan benar
adanya ancaman, serbuan, penaklukan, pelunturan karena nilai – nilai luhur
dalam paham kebangsaan.
Imbasnya adlah munculnya majalah-majalah Amerika dan Eropa versi Indonesia
seperti : Bazaar
,Cosmopolitan ,Spice,FHM, (for Him Magazine) ,Good
Housekeeping ,Trax, dan sebagainya. Begitu juga membanjirnya program tayangan dan
produk tanpa dapat dibendung.Sehingga bagaimana bagi negara berkembang seperti
Indonesia menyikapi penomena traspormasi media terhadap prilaku masyarakat dan
budaya lokal,karena globalisasi media dengan segala yang dibawanya seperti lewat
televisi, radio, majalah, koran, buku film, vcd, HP, dan kini lewat internet
sedikit banyak akan berdampak pada kehidupan masyarakat.
Saat ini masyarakat sedang mengalami serbuan yang hebat dari berbagai
produk poernografi berupa tabloitd, majalah, buku bacaan di media cetak,
televisi, rasio, dan terutama adalah peredaran bebas VCD.Baik yang datang dari
uar negeri maupun yang diproduksi sendiri. Walaupun media pernografi bukan
barang baru bagi Indonesia, namun tidak pernah dalam skala seluas sekarang. Bahkan
beberapa orang asing menganggap Indonesia sebagai ”surga pornografi” karena
sangat mudahnya mendapat produk-produk pornografi dan harganya pun murah.
Kebebasan pers yang muncul pada awal reformasi ternyata dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat yang tidak
bertanggung jawab, untuk menerbitkan produk-produk pornografi. Mereka
menganggap pers mempunyai kemerdekaan yang dijamin sebagai hak asasi
warga Negara dan tidak dikenakan penyensoran dan pembredelan. Padahal dalam
pasal 5 ayat 1 Undang-undang pers No 40 tahun 1999itu sendiri, mencantumkan
bahwa: ”pers berkewajiban memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati
norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat”.
Dalam media audio visualpun ada Undang-Undang yang secara spesifik mengatur
pornografi yaitu Undang-undang perfilman dan Undang-undang Penyiaran. Dalam
Undang-undang perflman 1992 pasal 33 dinyatakan bahwa : ”setiap film dan
reklame film yang akan diedarkan atau dipertujuklkan di Indonesia, wajib sensor
terlebih dahulu”. Pasal 19 dari UU ini menyatakan bahwa : ”LSF (Lembaga Sensor
Film)harus menolak sebuah film yang menonjolkan adegan seks lebih dari 50 % jam
tayang”. Dalam UU Penyiaran pasal 36 ayat 6dinyatakan bahwa: ” isi siaran
televisi dan radio dilarang menonjolkan unsur cabul (ayat 5) dan dilarang
merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama dan martabat
manusia Indonesia ”.
Menurut Afdjani (2007 bahwa: Globalisasi pada hakikatnya ternyata telah
membawa nuansa budaya dan nilai yang mempengaruhi selera dan gaya hidup masyarakat.
Melalui media yang kian terbuka dan kian terjangkau, masyarakat menerima
berbagai informasi tenteng peradaban baru yang datang dari seluruh penjuru
dunia. Padahal, kita menyadari belum semua warga degara mampu menilai sampai
dimana kita sebagai bangsa berada. Begitulah, misalnya banjir informasi dan budaya baru yang dibawa media tak jarang teramat asing dari
sikap hidup dan norma yang berlaku. Terutama masalah pornografi dimana sekarang
wanita–wanita Indonesia sangat terpengaruh oleh trend mode dari Amerika dan Eropa yang dalam berbusana cenderung
minim,yang kemudian ditiru habis-habisan.
Sehingga kalau kita berjalan-jalan di mal atau di tempat publik sangat mudah menemui wanita Indonesia yang
berpakaian serba minim dan mengumbar aurat.Dimana budaya itu sangat
bertentangan dengan dengan norma yang ada di Indonesia.Belum lagi maraknya
kehidupan free sex di kalangan remaja masa kini.
Terbukti dengan adanya video porno yang pemerannya adalah orang-orang Indonesia.
Di sini pemerintah dituntut untuk bersikap aktif tidak masa bodoh melihat
perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia. Menghimbau dan kalau perlu
melarang berbagai sepak terjang masyarakat yabg berperilaku yang tidak
semestinya. Misalnya ketika Presiden Susilo Bambang Yudoyono menyarankan agar televisi
tidak merayakan goyang erotis denga puser atau perut kelihatan. Ternyata
dampaknya cukup terasa, banyak televisi yang tidak menayangkan artis yang
berpakaian minim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar