Selasa, 28 Januari 2014

Artikel PKN - Eneng Iif Afifah

I. TEKNOLOGI DAN GLOBALISASI

Kaitannya antara tegnologi dan globalisasi
Keterkaitan anatara globalisasi dan tegnologi ini dapat diartikan seperti simbiosis mutualisme. karena tidak lah mungkin sutu globalisasi itu dapat menjarah keseluruh pelosok negri tanpa adanya suatu tegnologi. begitu juga sebalikny tidak lah mungkin suatu tegnologi iu dapat berkembang pesat dan canggih tanpa ada bantuan informasi dari globalisasi. misalnya saja dengan era globalisasi saat ini kita dapat membandingkannya dengan jaman purba dahulu kala ini sangatlah berbeda sekali. tegnologi pada era globalisasi seperti ini sudahlah sangat sangat canggih. misalnya :
1. Televisi
Perkembangan televisi dari jama ejaman sangat lah kontras dan begitu cepat, dari tv hitam-putih sampai tv berwarna. dari tv berlayar cembung sampai tv berlayar datar. dari tv yg begitu kecil sampai tv yang begitu besar ada. bahkan sekarang tv berkembang manjadi LCD yaitu tv-tv flat yang datar dan sangat tipis. dan televisi sekarang tidah hanya 2D bahkan kita dapat melihat objek di televii dengan sangat nyata yaitu 3D.
2. Telephone
Begitu juga perkembangan telephone. dahulu kita masih sering menelephone di wartel. lamakelamaan setiap rumah memiliki telephon masing-masing. telephone ini terus mengalami perkembangan jaman globalisasi. sehingga kita yang semakin sibuk denga mobilitas yang sangat tinggi maka terbitlah inovasi baru yang sangat familiar yaitu handphone. bahkan HP tidak hanya untuk telephone melainkan juga bisa kita gunakan untuk internetan dan bahkan HP juga bisa dijadikan kamera. dengan perkembangan globalisasi maka fitur- fitur di HP sangat lah berkembang. bermacam-macam fitur itu adalah game, musik, video, tv, radio, gambar, perekam suara, dll.
Sejujurnya dengan perkembangan teknologi dizaman globalisasi memiliki berbagai dampak yaitu dampa postif dan dampak negativ. seyogyanya dampak positif dan dampak negativ itu semua dapat terjadi dikarenakan pihak-pihak tersebut dalam mengoprasikan teknologi-teglogi tersebut
Globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksiyang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.
Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara
Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama denganinternasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia.

Dampak positif   :
Begitu banyak dampak pisitif yang dapat kita rasakan dari perkembangan teknologi dan globalisasi. dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih ini kita merasakan betapa mudahnya kita memperroleh info-info perkembangan dunia. dan kita dapat menikmati betapa nikmatnya kecanggihan-kecagihan  alat elektronik yang dapat memanjakan kita.
kita dapat berbagi inormasi dengan hanya tidur dikamar dangan laptop atau handphone yang memiliki jaringan internet tanpa harus bersusah payah.
Dampak negative  :
Begitu pula banyak dampak negativ yang sejujurnya datang dari salah menggunakan atau jatuh ditangan penggua yang salah.
dengan ada nya ternologi yang canggih dan internet seharunya kita dapat berbagi inro pasitif justru digunakan sebagai penyebaran situs-situs video porno atau hal-hal yang berbau sara. misalnya penybaran ideo porna sangat lah lebih mudah dan gampang. apa bila sipengguna tersebut tidak lah cakap dalam menerima info tersebut makalah dapat terjermus. dalam impementasi nya maraknya pemerkosaan dimana-mana.
tidak hanya dalam al terseut masukya budaya barat smakdownn yang banyak menginspirasin anak-anak kecil yang seharusnya dapat dijadikan sda yang berkalitas untuk perkembangan jaman justru ber smakdown dan bahkan ada yang smapai meninggal dunia. dan masih banyak lagi.

II. PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
Perkembangan teknologi informasi memang sudah dirasakan sebagian besar lapisan masyarakat di planet bumi ini. Komputer, faksimile, telepon genggam, siaran televisi yang global serta satelit telah mempercepat aliran informasi menembus batas-batas negara tanpa bisa dihentikan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang cukup pesat sekarang ini sudah menjadi realita sehari-hari bahkan merupakan tuntutan masyarakat yang tidak dapat ditawar lagi. Tujuan utama perkembangan iptek adalah perubahan kehidupan masa depan manusia yang lebih baik, mudah, murah, cepat dan aman. Perkembangan iptek, terutama teknologi informasi (information technology) seperti internet sangat menunjang setiap orang mencapai tujuan hidupnya dalam waktu singkat, baik legal maupun illegal dengan menghalalkan segala cara karena ingin memperoleh keuntungan. Dampak buruk dari perkembangan “dunia maya” ini tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan masyarakat modern saat ini dan masa depan. Kemajuan teknologi informasi yang serba digital membawa orang ke dunia bisnis yang revolusioner karena dirasakan lebih mudah, murah, praktis dan dinamis berkomunikasi dan memperoleh informasi. Di sisi lain, berkembangnya teknologi informasi menimbulkan pula sisi rawan yang gelap sampai tahap mencemaskan dengan kekhawatiran pada perkembangan tindak pidana di bidang teknologi informasi yang berhubungan dengan “cybercrime” atau kejahatan mayantara. Masalah kejahatan mayantara dewasa ini sepatutnya mendapat perhatian semua pihak secara seksama pada perkembangan teknologi informasi masa depan, karena kejahatan ini termasuk salah satu extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) bahkan dirasakan pula sebagai serious crime (kejahatan serius) dan transnational crime (kejahatan antar negara) yang selalu mengancam kehidupan warga masyarakat, bangsa dan negara berdaulat. Tindak pidana atau kejahatan ini adalah sisi paling buruk di dalam kehidupan moderen dari masyarakat informasi akibat kemajuan pesat teknologi dengan meningkatnya peristiwa kejahatan komputer, pornografi, terorisme digital, “perang” informasi sampah, bias informasi, hacker, cracker dan sebagainya.
Itulah dampak dari globalisasi yang tak terbendung lagi. Kita tidak akan bisa mengelak dari adanya globalisasi yang sudah melampaui lintas batas negara. Dalam hubungan Internasional, Globalisasi yang menjalar sedemikian cepatnya ke negara-negara lain juga akan menguatkan hubungan diplomatik antar negara.Tetapi lebih dari itu semua, globalisasi juga membawa dampak yang tidak baik seperti yang saya sebutkan di atas. Dampak itu terutama dalam bidang Teknologi informasi dan komunikasi, sehingga kita sebagai mahasiswa harus pandai-pandai untuk memfilter adanya globalisasi. Yang baik kita terapkan dan yang jelek kita tinggalkan. Dalam kemajuan internet contohnya, kita dapat menggunkannya untuk memperdalam informasi dan membuka cakrawala dunia. Jangan menggunakan akses internet untuk hal-hal yang tidak sewajarnya.
Berbeda jauh dengan integrasi teknologi komunikasi dan informasi di kota-kota besar. Adanya pelatihan-pelatihan dan rasa keingintahuan guru untuk menguasai komputer membantu mereka untuk mengintegrasikan TIK dalam proses pembelajaran. Sehingga proses pembelajaran yang ada tidak lagi monoton, seperti penggunaan Power Point dalam pelajaran sejarah; adanya CD pembelajaran dalam pembelajaran Matematika, Biologi, Bahasa Inggris, dsb; adanya penggunaan audio dalam proses pembelajaran Listening pada pelajaran Bahasa Inggris dengan disediakannya Lab Bahasa pada beberapa sekolah; penggunaan Website (baik yang berbayar maupun tidak, misalnya Blog, dsb) pada beberapa sekolah yang mengerti manfaat website tersebut bagi siswa dan sekolah; juga dengan adanya pendidikan jarak jauh tentunya dengan didirikannya Universitas Terbuka dan SMP Terbuka. E-Learning saat ini menjadi satu kebutuhan penting dalam proses pembelajaran agar mampu meratakan pendidikan di Indonesia. Tinggal bagaimana pemerintah mengalokasikan dana pendidikan secara tepat dan merata agar terpenuhinya pemerataan pendidikan dan mengurangi kesenjangan pendidikan yang ada di kota besar dan daerah terpencil.

III. GLOBALISASI PENDIDIKAN DAN KETIDAK SIAPAN SEKOLAH
Globalisasi bukan gejala alami tetapi terjadi karena tindakan manusia. Artinya, Ia merupakan hasil perkawinan antara kinerja kekuatan teknologi pada satu sisi dan kekuatan ekonomi pada sisi lain dalam setting hubungan internasional yang begitu menggema selama 25-30 tahun belakangan ini. Seperti banyak gejala lain, globalisasi ditandai oleh ambivalensi – yaitu tampak sebagai “berkah” di satu sisi tetapi sekaligus menjadi “kutukan” di sisi lain. Tampak sebagai “kegembiraan” pada satu pihak tetapi sekaligus menjadi “kepedihan” di pihak lainnya. Ciri ambivalensi seperti ini dalam globalisasi adalah persoalan sentral yang maha penting. Di situ terletak locus problematicus yang menyimpan tantangan besar bagi pendidikan sekolah. Beberapa contoh watak ambivalensi globalisasi dalam pendidikan sekolah adalah;
1). Globalisasi menghadirkan pesona “kecepatan” yang akan berlawanan dengan masalah “kedangkalan pemahaman pengetahuan pada anak didik”;
2).Globalisasi “menguntungkan bagi yang berpikir dan bertindak cepat” dan “celaka bagi orang yang berpikir dan bertindak lambat;
3). Globalisasi akan “memudahkan membuat hubungan dan mengatasi jarak wilayah (lokalitas) ” tetapi “adanya ketidakpekaan pada akar dan ciri-ciri budaya lokal”; dan
4). Globalisasi akan “memunculkan potensi menyelesaikan masalah secara cepat pada skala global” tetapi “menjadi beban keluasan lingkup pada skala penyebab masalah”.
Dilema-dilema seperti itu akan tetap menjadi ciri globalisasi kapan pun. Tugas para guru yang bergerak di lembaga pendidikan sekolah bukan meniadakan dilema, melainkan menyiapkan diri dan anak didik untuk hidup dalam tegangan-tegangan itu.
Secara popular, globalisasi berarti menyebarnya segala sesuatu secara sangat cepat ke seluruh dunia. Globalisasi juga berarti bahwa kerusuhan yang terjadi di suatu tempat tidak dapat disembunyikan karena secara serta-merta diketahui oleh seluruh dunia. Globalisasi juga berarti bahwa “rap musik” yang mula-mula hanya disukai oleh anak-anak muda berkulit hitam di bagian kumuh dari kota-kota besar di Amerika Serikat, dengan sangat cepat menjadi kesukaan anak-anak muda di Jakarta dan di kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Dengan kata lain, globalisasi dipahami sebagai melokalnya hal-hal yang datang dari luar. Pandangan bahwa makan di McDonald atau di Kentucky Fried Chicken (KFC) lebih enak dan bergengsi dari pada makan di restoran padang atau di Warteg merupakan bukti dari proses lokalisasi dari kebiasaan yang datang dari Amerika Serikat ini. Sekarang sudah kelihatan pula kecenderungan untuk nonton bioskop sambil makan popcorn dan minum Coca-Cola. Ini juga suatu contoh dari proses lokalisasi terhadap kebiasaan-kebiasaan yang datang dari budaya luar tadi.
Dalam mengahadapi kenyataan seperti ini, kita menghadapi dua pilihan antara “membiarkan diri terseret oleh proses globalisasi” atau “kita memanfaatkan proses globalisasi untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalitas pribadi”. Saya kira, kita semua memilih yang terakhir ini. Jika demikian halnya maka kita harus memasuki the world systems dengan sadar dan iklas. Di samping itu, kita harus pula mendefinisikan dengan jelas, jenis modernitas seperti apa yang akan kita pergunakan sebagai rancangan dasar untuk menjalani modernisasi proses pendidikan. Saya kira, kedua hal ini belum kita pikirkan secara baik di komunitas pendidikan di tanah air hingga saat ini.
Dalam membedah mutu pendidikan di tanah air hingga hari ini, terlihat ada tiga faktor penyebab terjadinya degradasi mutu pendidikan kita selama ini, antara lain;
Pertama, strategi pembangunan pendidikan kita selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi belajar) dan kurikulum, penyediaan sarana pendidikan, serta pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan di sekolah manapun di Indonesia ini, akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagaimana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan melalui teori Education Production Function sebagaimana diperkenalkan Hanushek tidak berfungsi efektif di lembaga pendidikan sekolah di daerah manapun di Indonesia. Strategi itu ternyata hanya cocok dipraktikkan pada sektor ekonomi dan industri semata.
Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro oriented, yaitu diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Bahkan, tidak jarang apa yang diproyeksikan di tingkat pusat cenderung menyimpang dari realitas sesungguhnya di sekolah-sekolah. Dengan kata lain, kompleksitas cakupan permasalahan pendidikan di banyak sekolah seperti; kondisi lingkungan sekolah, bervariasinya kebutuhan siswa dalam belajar, bervariasinya kemampuan guru, serta berbedanya aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, seringkali tidak terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi yang melahirkan kebijakan di tingkat makro (pusat).
Ketiga, pada tingkat sekolah sendiri persoalan yang kerap terjadi adalah lemahnya kemampuan kepala sekolah dalam membaca arus global. Tidak dapat dipungkiri, masih banyak sekali kepala sekolah di negeri ini yang tidak menguasai pengetahuan standar sebagai kepala sekolah seperti; kemampuan manajerial, penguasaan teknik kepemimpinan, menguasai teknologi informasi (komputer, internet), dan sebagainya. Kondisi ini masih terus terjadi lantaran di banyak sekolah, jabatan kepala sekolah tidak jarang dipilih melalui “sistem tunjuk” yang hanya didasarkan pada analisa faktor loyalitas, senioritas, ketokohan, dan kedekatan hubungan, dan mengesampingkan analisa kompetensi pribadi dan kemauan bersaing. Hasil yang kita saksikan adalah kerja kesehariana kepala sekolah cenderung konvensional – yaitu mengedepankan budaya kerja Asal Bapak Senang (ABS), menurut petunjuk, dan sebagainya. Kondisi yang sama kemudian ditiru para guru dari hari ke hari yang kemudian menghasilkan budaya kerja yang jauh panggang dari kompetensi dan professional. Akibat yang kita saksikan dari budaya kerja demikian adalah mutu pendidikan kita secara nasionala terus melorot dari waktu ke waktu dan anak didik kita tidak mampu bersaing secara terbuka di era yang serba kompetitif saat ini.
Tiga hal di atas memberikan pemahaman kepada kita bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan semata yang harus digarap di tingkat pusat tetapi juga harus terus memperhatikan faktor proses pendidikan itu sendiri di sekolah-sekolah. Input, merupakan hal mutlak harus ada dalam batas-batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan secara otomatis dapat meningkatkan mutu pendidikan.
Mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan beragam dan kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan. Hal ini hanya dapat dilaksanakan jika kepala sekolah di tingkat unit terkecil, memiliki sejumlah kompetensi dasar untuk bisa mengelola sekolah secara baik.
Dari definisi globalisasi dan sejumlah persoalan yang menghiasi komunitas pendidikan seperti diuraikan di atas, pertanyaan yang muncul kemudian adalah konsep pendidikan seperti apa yang harus kita kembangkan agar siswa lulusan sekolah kita bisa memasuki the world systems? Masih ada hubungannya dengan pertanyaan ini, bisakah tatanan hidup masyarakat kita diubah oleh sekolah sebagai institusi pembentuk nalar dan budi manusia Indonesia? Pertanyaan bernuansa pesimis inilah yang santer dikemukakan segelintir orang saat ini di tengah tidak siapnya banyak aktor pada komunitas sekolah menyeberangi arus globalisasi yang sarat tantangan dan mengandalkan kompetensi dan profesionalitas personal. Lanjutan dari pertanyaan di atas adalah, apakah perubahan kurikulum, sertifikasi tenaga guru, pengesahan undang-undang Guru dan Dosen dan perubahan-perubahan lainnya bisa mengatasi akar masalah pendidikan? Jawabannya tentu saja tidak. Sebab semua perubahan yang ada bersifat semu, sesaat, sentralistis, penuh muatan politis, dan sarat korupsi dan kepentingan.

IV. PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP ASPEK YANG ADA DI MASYARAKAT
Globalisasi memengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai(values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan.
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ).
Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antar bangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antar bangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan.

Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan[sunting | sunting sumber]

·           Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
·           Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
·           Berkembangnya turisme dan pariwisata.
·           Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
·           Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.
·           Bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.
·           Persaingan bebas dalam bidang ekonomi
·           Meningkakan interaksi budaya antar negara melalui perkembangan media massa
                                                                                                                                
V. GLOBALISASI BIDANG EKONOMI SEKTOR PERDAGANGAN
Dampak positif globalisasi bidang ekonomi sektor perdagangan :
·           Liberalisasi perdagangan barang, jasa layanan, dan komodit lain memberi peluang kepada Indonesia untuk ikut bersaing merebut pasar perdagangan luar negeri, terutama hasil pertanian, hasil laut, tekstil, dan bahan tambang.
·           Di bidang jasa kita mempunyai peluang menarik wisatawan mancanegara untuk menikmati keindahan alam dan budaya tradisional yang beraneka ragam.
·           Lebih mudah mendistribusikan hasil industri ke mancanegara dengan kemajuan alat teknologi informasi dan transportasi

Dampak negatif globalisasi bidang ekonomi sektor perdagangan :
·           Arus masuk perdagangan luar negeri menyebakan defisit perdagangan nasional.
·           Maraknya penyelundupan barang ke Indonesia.
·           Masuknya wisatawan ke Indonesia melunturkan nilai luhur bangsa.
·           Indonesia kerap dijadikan tempat perdagangan "gelap" karena mudahnya akses komunikasi dan transportasi
·           Meningkatkan sifat konsumtif masyarakat.

VI. GLOBALISASI BIDANG EKONOMI SEKTOR PRODUKSI
Dampak positif globalisasi bidang ekonomi sektor produksi :
·           Adanya kecenderungan perusahaan asing memindahkan operasi produksi perusahaannya ke negara-negara berkembang dengan pertimbangan keuntungan geografis (melimpahnya bahan baku, areal yang luas, dan tenaga kerja yang masih murah) meskipun masih sangat terbatas dan rentan terhadap perubahan-perubahan kondisi sosial-politik dalam negeri ataupun perubahan-perubahan global, Indonesia memiliki peluang untuk dipilih menjadi tempat baru bagi perusahaan tersebut.
·           Mudah mendapatkan bahan baku dari luar negri 
·           Mudah mendapatkan bantuan operasional seperti mesin - mesin berat dari luar negri karna sudah berkembangnya tekhnologi informasi, transformasi dan telekomunikasi
·           Menumbuhkan kreatifitas pengusaha untuk lebih mengembangkan industri mereka.
   
Dampak negatif globalisasi bidang ekonomi sektor produksi :
·           Perusahaan dalam negeri lebih tertarik bermitra dengan perusahaan dari luar. Akibatnya kondisi industridalam negeri sulit berkembang.
·           Terjadi kerusakan lingkungan dan polusi limbah industri.
·           Suatu perusahaan asing memindahkan usahanya keluar negeri mengakibatkan PHK tenaga kerja dalam negeri.
·           Kesulitan pengusaha kecil untuk bersaing di kanca internasional
·           Meningkatkan sifat konsumtif masyarakat.

VII. DAMPAK GLOBALISASI MEDIA TERHADAP BUDAYA DAN PRILAKU MASYARAKAT INDONESIA
Bertolak dari besarnya peran media massa dalam mempengaruhi pemikiran khayalaknya, tentulah perkembangan media massa di Indonesia pada masa yang akan datang harus dipikirkan lagi. Apalagi menghadapi globalisasi media massa yang tak terelakan lagi.
Globalisasi media massa merupakan proses yang secara nature terjadi, sebagaimana jatuhnya sinar matahari, sebagaimana jatuhnya hujan atau meteor. Pendekatan profesional menjadi kata kunci, masalah dasarnya mudah diterka. Pada titik - titik tertentu, terjadi benturan antar budaya dari luar negeri yang tak dikenal oleh bangsa Indonesia. Jadi kehawatiran besar terasakan benar adanya ancaman, serbuan, penaklukan, pelunturan karena nilai – nilai luhur dalam paham kebangsaan.
Imbasnya adlah munculnya majalah-majalah Amerika dan Eropa versi Indonesia seperti : Bazaar ,Cosmopolitan ,Spice,FHM, (for Him Magazine) ,Good Housekeeping ,Trax, dan sebagainya. Begitu juga membanjirnya program tayangan dan produk tanpa dapat dibendung.Sehingga bagaimana bagi negara berkembang seperti Indonesia menyikapi penomena traspormasi media terhadap prilaku masyarakat dan budaya lokal,karena globalisasi media dengan segala yang dibawanya seperti lewat televisi, radio, majalah, koran, buku film, vcd, HP, dan kini lewat internet sedikit banyak akan berdampak pada kehidupan masyarakat.
Saat ini masyarakat sedang mengalami serbuan yang hebat dari berbagai produk poernografi berupa tabloitd, majalah, buku bacaan di media cetak, televisi, rasio, dan terutama adalah peredaran bebas VCD.Baik yang datang dari uar negeri maupun yang diproduksi sendiri. Walaupun media pernografi bukan barang baru bagi Indonesia, namun tidak pernah dalam skala seluas sekarang. Bahkan beberapa orang asing menganggap Indonesia sebagai ”surga pornografi” karena sangat mudahnya mendapat produk-produk pornografi dan harganya pun murah.
Kebebasan pers yang muncul pada awal reformasi ternyata dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat yang tidak bertanggung jawab, untuk menerbitkan produk-produk pornografi. Mereka menganggap pers mempunyai kemerdekaan yang dijamin sebagai hak asasi warga Negara dan tidak dikenakan penyensoran dan pembredelan. Padahal dalam pasal 5 ayat 1 Undang-undang pers No 40 tahun 1999itu sendiri, mencantumkan bahwa: ”pers berkewajiban memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat”.
Dalam media audio visualpun ada Undang-Undang yang secara spesifik mengatur pornografi yaitu Undang-undang perfilman dan Undang-undang Penyiaran. Dalam Undang-undang perflman 1992 pasal 33 dinyatakan bahwa : ”setiap film dan reklame film yang akan diedarkan atau dipertujuklkan di Indonesia, wajib sensor terlebih dahulu”. Pasal 19 dari UU ini menyatakan bahwa : ”LSF (Lembaga Sensor Film)harus menolak sebuah film yang menonjolkan adegan seks lebih dari 50 % jam tayang”. Dalam UU Penyiaran pasal 36 ayat 6dinyatakan bahwa: ” isi siaran televisi dan radio dilarang menonjolkan unsur cabul (ayat 5) dan dilarang merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama dan martabat manusia Indonesia ”.
Menurut Afdjani (2007 bahwa: Globalisasi pada hakikatnya ternyata telah membawa nuansa budaya dan nilai yang mempengaruhi selera dan gaya hidup masyarakat. Melalui media yang kian terbuka dan kian terjangkau, masyarakat menerima berbagai informasi tenteng peradaban baru yang datang dari seluruh penjuru dunia. Padahal, kita menyadari belum semua warga degara mampu menilai sampai dimana kita sebagai bangsa berada. Begitulah, misalnya banjir informasi dan budaya baru yang dibawa media tak jarang teramat asing dari sikap hidup dan norma yang berlaku. Terutama masalah pornografi dimana sekarang wanita–wanita Indonesia sangat terpengaruh oleh trend mode dari Amerika dan Eropa yang dalam berbusana cenderung minim,yang kemudian ditiru habis-habisan.
Sehingga kalau kita berjalan-jalan di mal atau di tempat publik sangat mudah menemui wanita Indonesia yang berpakaian serba minim dan mengumbar aurat.Dimana budaya itu sangat bertentangan dengan dengan norma yang ada di Indonesia.Belum lagi maraknya kehidupan free sex di kalangan remaja masa kini. Terbukti dengan adanya video porno yang pemerannya adalah orang-orang Indonesia.
Di sini pemerintah dituntut untuk bersikap aktif tidak masa bodoh melihat perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia. Menghimbau dan kalau perlu melarang berbagai sepak terjang masyarakat yabg berperilaku yang tidak semestinya. Misalnya ketika Presiden Susilo Bambang Yudoyono menyarankan agar televisi tidak merayakan goyang erotis denga puser atau perut kelihatan. Ternyata dampaknya cukup terasa, banyak televisi yang tidak menayangkan artis yang berpakaian minim


Tidak ada komentar:

Posting Komentar